Laut Natuna Utara adalah salah satu wilayah maritim yang paling strategis, sensitif, dan kaya sumber daya di Indonesia, berbatasan langsung dengan klaim teritorial negara lain. Oleh karena itu, tugas Menjaga Perbatasan di kawasan ini telah menjadi fokus utama dan prioritas kebijakan bagi Armada Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL). Kawasan ini merupakan pintu gerbang penting bagi Indonesia dan jalur pelayaran internasional yang ramai, sehingga setiap insiden atau pelanggaran kedaulatan di Natuna memiliki implikasi geopolitik yang luas. Komitmen TNI AL terhadap Natuna diperkuat dengan penempatan Kogasgabpad (Komando Tugas Gabungan Terpadu) yang beroperasi secara permanen di kawasan ini sejak tahun 2021, menunjukkan keseriusan pertahanan Indonesia.
Ancaman utama di perairan Natuna bervariasi, meliputi penangkapan ikan ilegal (IUU Fishing), penyelundupan, hingga yang paling sensitif, adalah pelanggaran kedaulatan oleh kapal asing. Untuk mengatasi tantangan ini, TNI AL mengimplementasikan strategi Sea Denial dan Sea Control di kawasan ini. Strategi Sea Denial bertujuan untuk mencegah kekuatan asing menguasai atau menggunakan perairan Natuna untuk tujuan yang bertentangan dengan kepentingan Indonesia, sementara Sea Control bertujuan untuk memastikan TNI AL dapat beroperasi dengan bebas. Kapal-kapal patroli berkecepatan tinggi, seperti kapal kelas KRI Tjiptadi, bersama dengan pesawat patroli maritim, secara rutin melakukan operasi pengawasan, terkadang selama lebih dari 10 hari berturut-turut tanpa berlabuh.
Dalam upaya Menjaga Perbatasan ini, peran Komando Armada I yang bermarkas di Tanjungpinang, Kepulauan Riau, sangat sentral. Mereka bertanggung jawab langsung atas pengawasan dan penindakan di wilayah barat Indonesia, termasuk Natuna. Untuk meningkatkan efektivitas pengawasan, TNI AL telah memasang sistem radar pantai terpadu (Integrated Coastal Surveillance System) yang mampu memonitor pergerakan kapal hingga ratusan mil laut dari pantai. Peningkatan peralatan ini disertai dengan latihan rutin, seperti Latihan Gabungan TNI, yang biasanya melibatkan lebih dari 5.000 personel dan puluhan kapal perang, untuk menguji kesiapan tempur dan prosedur darurat. Latihan terbaru yang berfokus pada skenario pertahanan perairan teritorial dilaksanakan pada Agustus 2024.
Secara keseluruhan, Menjaga Perbatasan Laut Natuna bukan hanya masalah militer, tetapi juga masalah penegakan hukum dan kedaulatan ekonomi. Kebijakan TNI AL untuk memperkuat kehadiran fisik, meningkatkan teknologi pengawasan, dan menjaga koordinasi erat dengan Badan Keamanan Laut (Bakamla) dan instansi terkait lainnya, merupakan jaminan bahwa kedaulatan perairan Indonesia akan dipertahankan dengan tegas. Upaya berkelanjutan ini memastikan bahwa sumber daya alam Natuna dapat dieksplorasi secara damai demi kesejahteraan nasional.