Sebagai negara kepulauan yang terletak di persimpangan jalur pelayaran global, perairan Indonesia sering kali menjadi sasaran empuk bagi pelaku kejahatan transnasional. Mulai dari pembajakan, perompakan, hingga penyelundupan ilegal, ancaman ini dapat merusak ekonomi, stabilitas regional, dan citra kedaulatan negara. Tugas berat untuk memimpin Perang Melawan Kejahatan di laut yurisdiksi nasional dipegang teguh oleh TNI Angkatan Laut (AL). Perang Melawan Kejahatan ini bukan hanya tentang penegakan hukum, tetapi juga demonstrasi kesiapan militer untuk melindungi kepentingan maritim nasional. Perang Melawan Kejahatan ini menuntut operasi yang terintegrasi dan berkelanjutan di perairan yang luas.
Ancaman IUU Fishing dan Penyelundupan
Dua ancaman terbesar yang dihadapi TNI AL dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP) adalah Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing dan penyelundupan barang ilegal, termasuk narkoba dan barang impor tanpa bea cukai. IUU Fishing tidak hanya merugikan negara miliaran Rupiah setiap tahunnya, tetapi juga merusak ekosistem laut.
Dalam upaya mengatasi hal ini, TNI AL menjalankan Operasi Patroli Laut secara terpusat dan terkoordinasi. Di Laut Natuna Utara, misalnya, yang merupakan salah satu hotspot rawan, patroli KRI (Kapal Republik Indonesia) ditingkatkan hingga 70% lebih sering pada periode Mei hingga Juli 2025. Penindakan dilakukan berdasarkan Undang-Undang yang berlaku, di mana kapal-kapal yang terbukti melanggar dapat ditahan dan diproses hukum di Pangkalan Utama TNI AL (Lantamal) terdekat.
Penanggulangan Perompakan dan Pembajakan
Perairan strategis seperti Selat Malaka, meskipun telah mengalami penurunan kasus, tetap memerlukan pengawasan ketat dari TNI AL untuk mencegah perompakan dan pembajakan kapal niaga. Kasus perompakan modern kini cenderung lebih canggih, melibatkan pencurian muatan spesifik seperti bahan bakar minyak, alih-alih mengambil alih seluruh kapal.
Untuk merespons ancaman ini, TNI AL melibatkan satuan elite khusus, seperti Detasemen Jala Mangkara (Denjaka), dalam operasi Vertical Assault (serbuan vertikal) dari helikopter ke kapal yang sedang dibajak. Pasukan ini dilatih untuk mengambil tindakan dalam situasi sandera maritim dengan waktu reaksi darurat kurang dari 45 menit. Latihan penanggulangan teror maritim dilakukan secara rutin di pusat pelatihan TNI AL di Surabaya, memastikan setiap personel memahami prosedur standar dan taktik terbaru dalam menghadapi pelaku kriminal yang terorganisir. Keberadaan KRI patroli yang dilengkapi dengan personel terlatih berfungsi sebagai mata dan telinga negara di tengah lautan, mengamankan jalur logistik penting dan memastikan bahwa kapal-kapal niaga dapat berlayar dengan aman di seluruh wilayah perairan Indonesia.