Tantangan Mutakhir: Kesiapan Prajurit TNI Menghadapi Perang Informasi dan Propaganda Asing

Gagasan tentang medan perang konvensional, di mana pertarungan hanya terjadi melalui kekuatan fisik dan senjata api, kini telah berevolusi seiring perkembangan teknologi. Bagi Tentara Nasional Indonesia (TNI), kesiapan prajurit menghadapi peperangan modern menjadi Tantangan Mutakhir, terutama dalam menghadapi ancaman nir-militer seperti perang informasi dan propaganda asing. Perang masa kini bukan sekadar tembak-menembak; ia adalah peperangan naratif di ruang siber, yang bertujuan merusak stabilitas negara, memecah belah kesatuan, dan meruntuhkan kepercayaan publik terhadap institusi pertahanan. Konsep cyber warfare atau peperangan siber dan cyber defense telah menjadi fokus utama TNI, yang menunjukkan bahwa Tantangan Mutakhir pertahanan nasional berada di ranah digital.

Ancaman ini berbentuk disinformasi, hoax, hingga upaya adu domba antara komponen bangsa, termasuk antara TNI dan Polri. Sebagai contoh, propaganda asing sering kali memanfaatkan celah sosial dan politik untuk menyebarkan narasi negatif, yang dapat melemahkan pertahanan negara dari dalam. Untuk merespons Tantangan Mutakhir ini, TNI telah mengambil langkah-langkah strategis, salah satunya adalah dengan memperkuat literasi digital prajurit. Literasi digital ini bukan hanya soal mahir menggunakan perangkat keras dan lunak, tetapi juga meliputi pemahaman mendalam tentang etika digital, budaya digital, keterampilan digital, dan keamanan digital, yang merupakan empat pilar penting.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), bekerja sama dengan TNI, secara berkala menyelenggarakan pelatihan literasi digital kepada para prajurit. Salah satu kegiatan yang tercatat adalah pelatihan yang diselenggarakan di BSD, Tangerang, pada Senin, 15 Juli 2024. Direktur Pemberdayaan Informatika Kominfo, Slamet Santoso, dalam sambutannya menekankan bahwa prajurit TNI harus memiliki pemahaman dan kesadaran tinggi terkait ancaman siber karena mereka memiliki tugas pokok menjaga stabilitas dan keamanan negara. Pelatihan ini bertujuan agar prajurit TNI mampu mendeteksi hoax, mengantisipasi serangan phishing, dan mencegah pembocoran rahasia negara, sehingga dapat menjamin terwujudnya visi TNI PRIMA (Profesional, Responsif, Integratif, Modern, dan Adaptif).

Selain peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM), TNI juga mengembangkan kapabilitas teknis untuk pertahanan siber. Markas Besar TNI, bekerja sama dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) serta industri pertahanan dalam negeri seperti PT Len Industri (Persero), tengah membangun jaringan keamanan siber di 43 satuan kerja. Pembangunan jaringan ini, yang diumumkan sekitar bulan April 2022, bertujuan untuk membentuk Security Operation Center (SOC) yang berada di bawah kendali Satuan Siber (Satsiber) TNI. SOC ini berfungsi layaknya CCTV yang memantau lalu lintas siber, menganalisis percobaan serangan, dan memprediksi ancaman digital lainnya. Dengan strategi pertahanan siber berlapis, termasuk penggunaan teknologi deception digital seperti honeypot dan fog computing untuk menyamarkan infrastruktur, TNI berupaya membuat peretas asing sulit menembus sistem keamanan nasional. Kesiapan ini mempertegas bahwa TNI tidak hanya berfokus pada pertahanan teritorial fisik, tetapi juga pertahanan kedaulatan di ranah digital.

Tulisan ini dipublikasikan di Militer, Pertahanan. Tandai permalink.